Rabu, 07 November 2012

Pemberdayaan Masyarakat; Upaya Merajut Ketimpangan


Tabik pun,

Konflik sosial yang terjadi beberapa saat yang lalu setidaknya membuat kita terhenyak...karena itu ada didekat kita. Sebuah kejadian yang tentunya menjadi pertanyaan besar...apakah yang terjadi...sehingga sesuatu itu bisa diluar pemikiran kita selama ini. Hal itu pula yang membuat saya tergoda untuk membuat tulisan ini...sebuah opini yang merupakan pendapat saya semata...yang saya lihat dan saya mungkin juga pernah merasa.

Terlahir sebagai Orang Lampung (Ayah) dan Ibu Palembang, setidaknya saya bisa menjalani dua budaya yang berbeda...ditambah keseharian bergaul dengan bermacam-macam suku. Dan dulu tatkala berumur 8-9 tahun lingkungan dan temen-teman bermain saya adalah dulur-dulur kite "Wong Banten" sehingga sedikit-sedikit bisa berkomunikasi dengan bahasa Banten. Dan saat ini pun disekelilingi Saya adalah Saudara-saudara dari berbagai macam suku. Tentu ini sebuah potret indah tentang Lampung...Ke Bhinekaan yang sudah terjalin sejak dulu...termasuk kala kita membaca kembali sejarah tentang Transmigrasi Pertama di Bagelen, Pesawaran. Tentang transmigrasi pasca meletusnya Gunung Agung, transmigrasi Pensiunan Tentara pada masa lalu.Potret yang menggambarkan keterbukaan masyarakat Lampung.

Latar belakang cerita diatas tentunya sebagai bahan untuk melihat kondisi kekinian, yang saya lihat dari sisi pemberdayaan masyarakat. Dulu Pemberdayaan masyarakat (empowerment community) lebih dikenal dengan Peran Serta Masyarakat dan condong sebagai sebuah upaya memobilisasi. Dulu untuk orang datang ke Lapangan mendengarkan Kampanye bukan karena mereka ingin melihat dari dekat calon-calon anggota DPR tetapi cendrung karena disuruh pamong setempat untuk datang kelapangan (mobilisasi). Dulu jaga tatkala KB baru dimulai...orang ber KB bukan karena kesadaran untuk membentuk keluarga sejahtera tetapi banyak juga karena di paksa atau keterpaksaan. 

Musim berganti, Zaman pun berubah kita mengenal istilah Pemberdayaan Masyarakat. Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya keinginan  membuat masyarakat berdaya (mandiri) bukan membuat masyarakat dininak bobokan dengan berbagai macam bantuan yang pada gilirannya membuat masyarakat manja. Bantuan dalam pemberdayaan masyarakat pada dasarnya hanyalah stimulan. Ini artinya stimulan bukan suatu yang utama. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat bisa ditandai manakala stimulan sedikit konstribusi masyarakat besar. Sehingga Keswadayaan masyarakat terlihat dari suatu kegiatan yang telah mereka rencanakan, susun dan kerjakan. Ini artinya Stimulan yang 80 atau 100% bukanlah pemberayaan masyarakat. karena konstribusi masyarakat tidak terlihat disitu. Apa jadinya manakala stimulan sudah tidak ada lagi. bisa dipastikan pembangunan selanjutnya juga berhenti. Karena tidak ada stimulan.

Ketidak berhasilan pemberdayaan masyarakat juga dirasakan pada banyak Kampung-kampung tua. Kita ketahui kampung tua banyak dihuni suku Lampung, suku Lampung sebagai mana typikal masyarakat sumatera adalah masyarakat keras. Saya ambil contoh tentang kisah imajiner pembagian kue pembangunan. Misalnya; Ada kisah pembagian Stimulan Sapi 5 ekor untuk masyarakat Kampung Tua (Lampung) dan 5 ekor lagi untuk masyarakat asal pendatang. Konon setelah setahun kemudian 5 sapi di Kampung Tua ketika datang monitoring sapi sudah habis dipotong karena masuk angin, sakit dll. Dan pamong/aparat tidak dapat berbuat banyak (mau apalagi sapi sudah gak ada). Dan di Kampung pendatang 5 sapi tersebut sudah beranak pinak. Sang Pamong senang proyeknya terealisasi dan ada BB (barang bukti) kalau nanti diperiksa oleh Tim Pemeriksa.

Akan halnya Kampung Tua tersebut akhirnya, karena sang pamong tidak bisa mempertanggung jawabkan sapi stimulan tersebut kalau tim pemeriksa datang akhir janji (dalam hati) tidak akan menyalurkan lagi stimulan ke Kampung tersebut alias kapok. Kejadian ini menjadi embrio ketimpangan sosial antara masyarakat yang menghuni kampung tua dengan masyarakat pendatang. Ini baru 1 program kalau ditiap dinas ada 5 program sejenis kemudian di 1 Kabupaten minimal ada 10 Dinas dengan program sejenis berarti ada 50 program yang tidak masuk ke Kampung Tua tersebut. Dan ini baru 1 tahun, bagai mana kalau 10 tahun program sejenis sudah berjalan berarti sudah 500 program sejenis tidak pernah masuk ke Kampung Tua...apalagi kalau program sejenis sudah berjalan kurun waktu 30 tahun. tentunya makin jauh tertinggalnya Kampung-kampung tua tersebut. Salahkah masyarakat Kampung Tua tersebut.

Negara sebagaimana dikutip dari amanat Pembukaan UUD 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Ini artinya menjadi tugas negara juga agar kesejateraan itu merata tanpa terkecuali. Dan artinya juga bagaimana pembangunan itu harus juga masuk dikampung-kampung tua. Inilah diperlukan pamong/petugas yang memiliki bekal pengetahuan tentang sosial, budaya lokal juga tentang aplikasi pemberdayaan masyarakat. Jangan karena masyarakatnya susah nurut akhirnya program dialihkan ketempat lain...alhasil kampung tua semakin tua...kampung yang mudah menjadi makin sejahtera. Ini karena upaya pintas petugas untuk menyelamatkan SPJ-nya saja.

Kesimpulan;
  1. Seberapapun beratnya memasukan program di Kampung Tua, menjadi tanggung jawab petugas untuk merealisasikannya...untuk itu diperlukan petugas sebagai pendamping/fasilitator yang senantiasa mendampingi masyarakatnya...pengenalan kepada Tokoh Masyarakat, tokoh adat lokal mutlak diperlukan jika kampung tua ditinggal terus-menerus semakin curamlah jurang pemisah pembangunan.
  2. Petugas jangan hanya mementingkan SPJ selesai tetapi lebih dari itu pendidikan kepada masyarakat untuk menumbuhkan kemandirian masyarakat kampung tua harus juga dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas.
  3. Jika pembangunan mampu membuat masyarakat kampung tua ikut berpartisipasi secara sukarela tentunya, pembangunan bisa dirasakan keberadaannya. 
Pemberdayaan masyarakat adalah membuat masyarakat mandiri...seberapapun beratnya menerapkan pemberdayaan dimasyarakat itulah menjadi tugas negara, tinggal bagaimana memformulasikannya dengan dilandasi kearifan lokal

(Note : hampir disebagian tempat kampung tua adalah desa miskin), (Kemiskinan menimbulkan berbagai masalah sosial)